Terdapat
berbagai cara yang dapat ditempuh agar obat yang kita butuhkan dapat masuk ke
dalam tubuh kita dan perbedaan cara pemberian ini sangatlah penting dalam
penentuan efek yang kita diharapkan, ada obat yang hanya berkhasiat apabila
disuntikkan dan tidak memberikan efek bila diminum.
Cara pemberian
obat ditentukan oleh :
Efek yang
diinginkan, efek sistemik (di seluruh tubuh) ataupun efek lokal (setempat),
Jenis obat
(sifat fisika dan kimiawi obat),
Kondisi
penderita (sadar, tidak sadar, koperatif dsb)
kondisi penyakit
(perlu efek segera atau tidak).
Untuk efek Sistemik, dapat diberikan dengan cara sebagai berikut:
Oral
Per oral atau melalui
mulut merupakan cara pemberian yang paling banyak dilakukan. Keuntungannya adalah
murah, mudah, enak dan menyenangkan serta paling aman karena lebih mudah
ditolong. Namun, tidak semua obat dapat diberikan dengan cara ini, misalnya
obat yang dapat merangsang (emetin, aminofilin), atau yang diuraikan
oleh getah lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin. Dan
sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur/tidak lengkap,
meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa amonium kwarterner
(thiazinamium), tetrasiklin, kloksasalin, dan digoksin (maksimal
80%). Keberatan lain adalah obat setelah resorpsi harus melalui hati, dimana
dapat terjadi inaktivasi, sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya.
Sublingual
Obat dikunyah
halus dan diletakkan di bawah lidah (sublingual), tempat berlangsungnya
resorpsi oleh selaput lendir setempat ke dalam vena lidah yang sangat banyak
disitu. Keuntungan cara ini adalah obat langsung masuk ke peredaran darah besar
tanpa melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat
dan lengkap diinginkan, misalnya pada serangan angina, asma, atau migrain (nitrogliserin,
isoprenalin, ergotamine, juga metiltestosteron). Keberatannya adalah
kurang praktis untuk digunakan terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut.
Hanya obat yang bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.
Injeksi
Pemberian obat
secara parenteral (di luar usus) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang
cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah
lambung (hormon) atau tidak diresorpsi usus (streptomisin),
begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya
adalah lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu
harus steril dan dapat merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak
dipilih dengan tepat. Injeksi dapat dibedakan menjadi beberapa rute:
Subkutan (s.c), atau hipodermal = di bawah kulit. Yaitu
disuntikkan ke dalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke
dalam jaringan di bawah kulit yang dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan tidak melarut baik dalam air atau minyak. Mudah dilakukan
sendiri misalnya insulin.
Intrakutan, (=di dalam kulit), absorpsi sangat lambat, misalnya
injeksi tuberkulin dari Mantoux.
Intramuskular (i.m.), yaitu disuntikkan ke dalam jaringan otot,
umumnya di otot pantat atau paha.
Intravena (i.v.), yaitu disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Menghasilkan efek tercepat, dalam waktu 18
detik yaitu waktu 1 peredaran darah, obat sudah tersebar di seluruh jaringan
tubuh.
Intra-arteri, Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk
“membanjiri” suatu organ, misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat
diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard
Intralumbal, yaitu disuntikkan ke antara ruas tulang belakang
pinggang
Intraspinal, yaitu disuntikkan ke dalam
sumsum tulang belakang.
Intraperitonial, yaitu disuntikkan ke dalam ruang
selaput perut.
Intrapleural, yaitu disuntikkan ke dalam ruang
selaput dada
Intracardial, yaitu disuntikkan langsung ke
jantung
Intraartikular, yaitu disuntikkan ke dalam
sendi.
Intradermal, yaitu disuntikkan ke dalam
kulit.
Implantasi
subkutan.
Implantasi
subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril (tablet silindris
kecil) ke bawah kulit dengan menggunakan suatu alat khusus (trocar). Obat ini
terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon kelamin (estradiol
dan testosterone). Akibat resorpsi yang lambat, satu pellet dapat
melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan lamanya. Bahkan, kini
terdapat implantasi obat anti-hamil dengan lama kerja 3 tahun (implanon).
Rektal.
Rektal adalah
pemberian obat melalui rectum (dubur) yang layak untuk obat yang merangsang
atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya dalam bentuk suppositoria,
kadang-kadang sebagai cairan (klisma) dan lavemen. Efek sistemis yang
dihasilkan lebih cepat dan lebih kuat disbanding per oral sebab vena-vena bawah
dan tengah berhubungan langsung dengan vena porta dan obat tidak melalui hati
pada peredaran darah pertama sehingga tidak mengalami FPE (First Pass Effect ).
Efek lokal
diperoleh dengan membubuhkan obat pada kulit atau mukosa, dan dalam beberapa
hal dengan penyuntikan di daerah atau rongga tertentu. Obat yang larut dalam
air tidak diserap oleh kulit utuh. Obat yang dilarutkan dalam minyak dapat
diserap oleh kulit, dan bila penyerapan cukup besar, akan terjadi efek sistemik
bahkan keracunan. Kulit yang tidak utuh memperbesar penyerapan dan perlu
mendapat perhatian. Pada umumnya, obat mudah diserap dari mukosa mata, hidung,
tenggorokan, bawah lidah, rektum, saluran pernafasan dan saluran kemih kelamin.
Karena itu perlu disadari, bahwa pemberian lokal dapat menimbulkan efek
sistemik sampai keracunan.
Untuk Efek Lokal, dapat diberikan dengan cara sebagai berikut:
Intranasal
Untuk mengatasi gangguan pada hidung dilakukan dengan cara intranasal (melalui
hidung), dimana digunakan tetes hidung pada selesma untuk menciutkan mukosa
yang bengkak (efedrin, ksilometazolin). Mukosa lambung-usus dan rektum,
juga selaput lendir lainnya di dalam tubuh dapat menyerap obat dengan baik dan
menghasilkan efek utamanya lokal. kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek
sistemik, misalnya vasopressin dan kortikosteroida (beklometason,
flunisolida).
Intra-okuler dan intra-aurikuler.
Untuk mengatasi gangguan pada mata ataupun telinga, obat dan salep mata digunakan.
Intrapulmonal (inhalasi).
Gas, zat terbang atau larutan seringkali diberikan sebagai inhalasi
(aerosol), yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol. Semprotan
obat dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi oleh mukosa mulut, tenggorokan,
dan saluran nafas. Tanpa melalui hati, obat akan masuk ke peredaran darah dan
menghasilkan efek. Yang digunakan sebagai inhalasi adalah anestetika umum (eter,
halotan) dan obat-obat asma (adrenalin, isoprenalin, budesonida, dan
beklometason).
Intravaginal
Untuk mengatasi gangguan pada vagina dapat diberikan salep, tablet atau
ovula yang dimasukkan ke dalam vagina dan melarut disitu. Contohnya metronidazol
dan pimarisin pada vaginitis akibat parasit trichomonas dan candida.
Obat dapat pula digunakan sebagai cairan pembilas.
Kulit (topical)
Untuk mengatasi gangguan pada kulit, obat yang digunakan berupa salep,
krem, atau lotion. Kulit yang sehat dan utuh sulit sekali ditembus oleh obat
tetapi lain halnya jika terjadi kerusakan. Salep dan linimen (obat gosok)
digunakan pula untuk meringankan rasa nyeri atau kaku otot setempat akibat
rematik atau gangguan lain. Obat ini biasanya mengandung analgetika (metal
salisilat, diklofenak, benzidamin, fenilbutazon), dan zat terbang (mentol,
kamfer, minyak permen, minyak kayu putih). Cara terbaru adalah dengan
menggunakan plester yang diletakkan pada kulit atau transdermal, yang sebaiknya
diletakkan pada bagian dalam pergelangan tangan, di belakang telinga, atau
tempat lain dengan kulit tipis yang mengandung banyak pembuluh.
0 komentar:
Posting Komentar