Konsepsi obat esensial
dilakukan dengan penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional, tidak lain dengan
maksud ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat, dalam rangka memperluas dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Penerapan konsepsi
daftar obat esensial dan/atau penyelenggaraan pengadaan dan ketersediaan obat
esensial untuk pencukupan kebutuhan upaya dan pelayanan kesehatan dalam program
semesta nasional, terutama ditekankan pada obat generik yang paling menguntungkan
dan paling diperlukan.
Obat esensial adalah
obat yang terpilih untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis,
profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di unit
pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Maka pemilihan obat
esensial dari obat generik dibatasi pada jenis obat generik yang benar-benar
diperlukan, sesuai dengan pola kebutuhan dan program kesehatan, dan
memperhatikan jenis obat generik yang lebih menguntungkan masyarakat terbanyak,
ditinjau dari segi khasiat, keamanan, mutu, dan nilai. Dengan demikian, selain
mempertimbangkan rasio manfaat-resiko bahaya, juga harus dipertimbangkan rasio
manfaat-biaya, mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitasnya,
praktis dalam penyimpanan, pengangkutan, penggunaan dan penyerahan,
menguntungkan dalam kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
Penerapan konsepsi obat
esensial, dengan maksud untuk pengadaan dan ketersediaan obat esensial untuk
keperluan nasional, dimulai dari sektor Pemerintah, dan secara bertahap dikembangkan
di sektor swasta. Upaya pengadaan dan ketersediaan obat esensial seperti itu,
perlu didorong dengan gerakan nasional yang dikokohkan perundangan untuk
memasyarakatkan konsepsi obat esensial dan informasi obat esensial terhadap
keunggulan dan keandalan mutu, khasiat, dan keamanan obat esensial, agar
masyarakat luas mengerti dan memahaminya, terutama para praktisi medik seperti
dokter dan apoteker.
Daftar Obat Esensial
Nasional, atau DOEN, mulai disusun tahun 1991 dan kemudian mengalami revisi beberapa
kali, dan terakhir pada tahun 2008. Revisi DOEN itu dilakukan berdasarkan atas
penilaian dan tinjauan kembali oleh para ahli, sebagai Tim Ahli Tertunjuk,
untuk melakukan perubahan dan revisi berdasarkan data dan informasi baru dari
berbagai sumber, terutama data registrasi obat, data hasil pemantauan efek
samping obat (MESO), domestik dan global, dan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
juga dari publikasi ilmiah.
Dari hasil penilaian
obat, sebagian obat dilarang untuk digunakan dalam terapi, oleh karena keamanannya
tidak lagi terkendalikan disebabkan adversus obatnya sangat berbahaya untuk
digunakan dalam terapi. Penilaian larangan obat itu dilakukan sedemikian ketat
hingga derivate senyawa obatnya, mana yang dilarang dan mana yang tepat
digunakan dalam terapi, misalnya untuk derivate salisilat, asam salisilat
dilarang untuk digunakan peroral, sedangkan asam asetilsalililat tetap
digunakan sebagai antipiretikum, begitu juga derivate pirazolon, piramidon
dilarang, sedangkan metampiron masih tetap dapat digunakan dalam terapi sebagai
analgetikum.
Dengan demikian, upaya
pemerintah untuk peningkatan palayanan kesehatan dapat terpenuhi, termasuk
penyediaan obat lebih merata dan terjangkau masyarakat dengan mutu, khasiat,
dan keamanan yang terjamin.
Agar dapat lebih mudah
dimengerti dan dipahami, dan lebih mudah pula digunakan, susunan DOEN telah
diselaraskan dengan susunan WHO Model List of Essential Drugs. Selain itu, DOEN
dibedakan susunannya menjadi DOEN menyeluruh, DOEN rumah sakit, DOEN puskesmas,
dan DOEN pos obat desa. Pembuatan DOEN dilakukan melalui penulisan nama
generik.
ISO Indonesia Volume 46 -2011 s/d 2012
0 komentar:
Posting Komentar