Sabtu, 18 Februari 2012

Cara Pemberian Obat (Rote of Drug Administration)



Terdapat berbagai cara yang dapat ditempuh agar obat yang kita butuhkan dapat masuk ke dalam tubuh kita dan perbedaan cara pemberian ini sangatlah penting dalam penentuan efek yang kita diharapkan, ada obat yang hanya berkhasiat apabila disuntikkan dan tidak memberikan efek bila diminum.

Cara pemberian obat ditentukan oleh :

Efek yang diinginkan, efek sistemik (di seluruh tubuh) ataupun efek lokal (setempat),
Jenis obat (sifat fisika dan kimiawi obat),
Kondisi penderita (sadar, tidak sadar, koperatif dsb)
kondisi penyakit (perlu efek segera atau tidak).

Untuk efek Sistemik, dapat diberikan dengan cara sebagai berikut:

Oral

Per oral atau melalui mulut merupakan cara pemberian yang paling banyak dilakukan. Keuntungannya adalah murah, mudah, enak dan menyenangkan serta paling aman karena lebih mudah ditolong. Namun, tidak semua obat dapat diberikan dengan cara ini, misalnya obat yang dapat merangsang (emetin, aminofilin), atau yang diuraikan oleh getah lambung, seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin. Dan sering kali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur/tidak lengkap, meskipun formulasinya optimal, misalnya senyawa amonium kwarterner (thiazinamium), tetrasiklin, kloksasalin, dan digoksin (maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat setelah resorpsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi, sebelum diedarkan ke lokasi kerjanya.

Sublingual

Obat dikunyah halus dan diletakkan di bawah lidah (sublingual), tempat berlangsungnya resorpsi oleh selaput lendir setempat ke dalam vena lidah yang sangat banyak disitu. Keuntungan cara ini adalah obat langsung masuk ke peredaran darah besar tanpa melalui hati. Oleh karena itu, cara ini digunakan bila efek yang pesat dan lengkap diinginkan, misalnya pada serangan angina, asma, atau migrain (nitrogliserin, isoprenalin, ergotamine, juga metiltestosteron). Keberatannya adalah kurang praktis untuk digunakan terus-menerus dan dapat merangsang mukosa mulut. Hanya obat yang bersifat lipofil saja yang dapat diberikan dengan cara ini.

Injeksi

Pemberian obat secara parenteral (di luar usus) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon) atau tidak diresorpsi usus (streptomisin), begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu harus steril dan dapat merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat. Injeksi dapat dibedakan menjadi beberapa rute:

Subkutan (s.c), atau hipodermal = di bawah kulit. Yaitu disuntikkan ke dalam tubuh melalui bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan di bawah kulit yang dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan tidak melarut baik dalam air atau minyak. Mudah dilakukan sendiri misalnya insulin.

Intrakutan, (=di dalam kulit), absorpsi sangat lambat, misalnya injeksi tuberkulin dari Mantoux.

Intramuskular (i.m.), yaitu disuntikkan ke dalam jaringan otot, umumnya di otot pantat atau paha.

Intravena (i.v.), yaitu disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Menghasilkan efek tercepat, dalam waktu 18 detik yaitu waktu 1 peredaran darah, obat sudah tersebar di seluruh jaringan tubuh.

Intra-arteri, Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu organ, misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard

Intralumbal, yaitu disuntikkan ke antara ruas tulang belakang pinggang

Intraspinal, yaitu disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang.

Intraperitonial, yaitu disuntikkan ke dalam ruang selaput perut.

Intrapleural, yaitu disuntikkan ke dalam ruang selaput dada

Intracardial, yaitu disuntikkan langsung ke jantung

Intraartikular, yaitu disuntikkan ke dalam sendi.

Intradermal, yaitu disuntikkan ke dalam kulit.

Implantasi subkutan.

Implantasi subkutan adalah memasukkan obat yang berbentuk pellet steril (tablet silindris kecil) ke bawah kulit dengan menggunakan suatu alat khusus (trocar). Obat ini terutama digunakan untuk efek sistemis lama, misalnya hormon kelamin (estradiol dan testosterone). Akibat resorpsi yang lambat, satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan lamanya. Bahkan, kini terdapat implantasi obat anti-hamil dengan lama kerja 3 tahun (implanon).

Rektal.

Rektal adalah pemberian obat melalui rectum (dubur) yang layak untuk obat yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya dalam bentuk suppositoria, kadang-kadang sebagai cairan (klisma) dan lavemen. Efek sistemis yang dihasilkan lebih cepat dan lebih kuat disbanding per oral sebab vena-vena bawah dan tengah berhubungan langsung dengan vena porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah pertama sehingga tidak mengalami FPE (First Pass Effect ).

Efek lokal diperoleh dengan membubuhkan obat pada kulit atau mukosa, dan dalam beberapa hal dengan penyuntikan di daerah atau rongga tertentu. Obat yang larut dalam air tidak diserap oleh kulit utuh. Obat yang dilarutkan dalam minyak dapat diserap oleh kulit, dan bila penyerapan cukup besar, akan terjadi efek sistemik bahkan keracunan. Kulit yang tidak utuh memperbesar penyerapan dan perlu mendapat perhatian. Pada umumnya, obat mudah diserap dari mukosa mata, hidung, tenggorokan, bawah lidah, rektum, saluran pernafasan dan saluran kemih kelamin. Karena itu perlu disadari, bahwa pemberian lokal dapat menimbulkan efek sistemik sampai keracunan.

Untuk Efek Lokal, dapat diberikan dengan cara sebagai berikut:

Intranasal

Untuk mengatasi gangguan pada hidung dilakukan dengan cara intranasal (melalui hidung), dimana digunakan tetes hidung pada selesma untuk menciutkan mukosa yang bengkak (efedrin, ksilometazolin). Mukosa lambung-usus dan rektum, juga selaput lendir lainnya di dalam tubuh dapat menyerap obat dengan baik dan menghasilkan efek utamanya lokal. kadang-kadang obat juga untuk memberikan efek sistemik, misalnya vasopressin dan kortikosteroida (beklometason, flunisolida).

Intra-okuler dan intra-aurikuler.

Untuk mengatasi gangguan pada mata ataupun telinga, obat dan salep mata digunakan.

Intrapulmonal (inhalasi).

Gas, zat terbang atau larutan seringkali diberikan sebagai inhalasi (aerosol), yaitu obat yang disemprotkan ke dalam mulut dengan alat aerosol. Semprotan obat dihirup dengan udara dan resorpsi terjadi oleh mukosa mulut, tenggorokan, dan saluran nafas. Tanpa melalui hati, obat akan masuk ke peredaran darah dan menghasilkan efek. Yang digunakan sebagai inhalasi adalah anestetika umum (eter, halotan) dan obat-obat asma (adrenalin, isoprenalin, budesonida, dan beklometason).

Intravaginal

Untuk mengatasi gangguan pada vagina dapat diberikan salep, tablet atau ovula yang dimasukkan ke dalam vagina dan melarut disitu. Contohnya metronidazol dan pimarisin pada vaginitis akibat parasit trichomonas dan candida. Obat dapat pula digunakan sebagai cairan pembilas.

Kulit (topical)

Untuk mengatasi gangguan pada kulit, obat yang digunakan berupa salep, krem, atau lotion. Kulit yang sehat dan utuh sulit sekali ditembus oleh obat tetapi lain halnya jika terjadi kerusakan. Salep dan linimen (obat gosok) digunakan pula untuk meringankan rasa nyeri atau kaku otot setempat akibat rematik atau gangguan lain. Obat ini biasanya mengandung analgetika (metal salisilat, diklofenak, benzidamin, fenilbutazon), dan zat terbang (mentol, kamfer, minyak permen, minyak kayu putih). Cara terbaru adalah dengan menggunakan plester yang diletakkan pada kulit atau transdermal, yang sebaiknya diletakkan pada bagian dalam pergelangan tangan, di belakang telinga, atau tempat lain dengan kulit tipis yang mengandung banyak pembuluh.

0 komentar:

Posting Komentar

Dunia Kecil crybabyzz, A Little Wordl with Great Dreams...Hope you'll enjoy it... Gamsa hamida.....!!!! Annyeong.....!!!!