Rabu, 18 Januari 2012

Preeklampsia & Eklampsia >> Tugas Asuhan Kefarmasian (Arsip 2011)


1. Definisi
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklampsia merupakan peningkatan dari pre-eklampsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu (1).
Pre-eklampsia (yang sering disebut Hipertensi karena Kehamilan) merupakan keadaan yang khas pada kehamilan, dan keadaan ini ditandai oleh gejala edema, hipertensi, serta proteinuria. Pre-eklampsia paling sering ditemukan sesudah usia kehamilan 28 minggu (2).
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan. Superimposed preeklampsia-eklampsia  adalah timbulnya preeklampsia atau eklampsia pada pasien yang menderita hipertensi kronik (1).
Perkataan “eklampsia” berasal dari Yunani yang berarti “halilintar” karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan (3).
Eklampsia merupakan keadaan langka yang dapat terjadi mendadak dengan atau tanpa didahului oleh pre-eklampsia. Keadaan ini ditandai oleh serangan kejang yang menyerupai kejang pada epilepsi ‘grand mal’ dengan pengecualian bahwa pada eklampsia biasanya tidak terdapat gangguan pengendalian sfingter. Eklampsia paling seing ditemukan selama atau sesaat sesudah persalinan (2).
2. Gejala dan Klasifikasi
Diagnosis. Tanda-tanda klinis biasanya terlihat jelas sebelum pasien menyampaikan keluhan, dan pengobatan dimulai segera setelah ditemukan dua dari tiga tanda ini (2):   
  1. Edema—pada wajah, tungkai, tangan (cincin kawin yang menjadi ketat), kaki, penambahan berat badan yang mendadak
  2. Tekanan darah—kenaikan yang progresif sepanjang kehamilan, atau kenaikan lebih dari 20 mmHg pada tekanan siatolik atau 10 mmHg pada tekanan diastolik diatas hasil pengukuran pada awal kehamilan; 
  3. Proteinuria—partikel-partikel protein yang dapat ditemukan dalam urin sesudah urin dididihkan; sebagai akibat dari kerusakan yang sebenarnya pada ginjal, proteinuria merupakan tanda bahwa peristiwa pre-eklampsia tersebut serius.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian edema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH (Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general (2).
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeclampsia (2).
Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosa. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat (2).
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ (menggunakan metode turbidimetrik standar) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, rupa-rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (2).
Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subjektif (2): 
  1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau edema otak; 
  2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung; 
  3. Gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop; 
  4. Gangguan pernafasan sampai sianosis. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran
Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, tanda/gejala preeklampsia ringan adalah (2): 
  1. Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval  pemeriksaan 6 jam.  
  2. Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam  
  3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu  
  4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1+ sampai 2+ pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih tanda / gejala dibawah ini ditemukan (2): 
  1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau lebih
  2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada pemeriksaan semikuantitatif.  
  3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.  
  4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.  
  5. Edema paru-paru atau sianosis.
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preeklampsia disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani sebagai kasus eklampsia (2).
Tanda-tanda peringatan. Serangan kejang dapat didahului oleh (2): 
  1. Peningkatan mendadak intensitas preeklampsia dan timbulnya sejumlah gejala (lihat diatas) 
  2. Gejala mengantuk yang bertambah 
  3. Mata yang berputar-putar
  4. KedutanPernafasan tidak teratur
Serangan kejang ini mempunyai lama, intensitas, dan frekuensi yang bervariasi. Jika kejangnya berat, pasien dapat mengalami kegagalan jantung serta edema paru, dan masuk dalam kondisi yang kritis. Komplikasi lainnya adalah edema serebral, serangan serebrovaskular (stroke), pelepasan sebagian plasenta dan koagulasi intravaskular diseminata. Gangguan oksigenasi pada janin dan dapat mengakibatkan kematian janin (2).
3. Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”  adapun teori-teori tersebut antara lain  (4) :
1.    Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preekslampsia-ekslampsia didapatkan kerusakan pada endotel  vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2.    Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita preekslampsia-ekslampsia 
  1. Beberapa wanita dengan preekslampsia-ekslampsia mempunyai komplek imun dalam serum.  
  2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preekslampsia-ekslampsia diikuti dengan proteinuria. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada preekslampsia-ekslampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan preekslampsia-ekslampsia.
3.    Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preekslampsia-ekslampsia antara lain:  
  1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia; 
  2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preekslampsia-ekslampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preekslampsia-ekslampsia;
  3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preekslampsia-ekslampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preekslampsia-ekslampsia dan bukan pada ipar mereka.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia adalah iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya preeklampsia dan eklampsia (multiple causation ). Faktor yang sering ditemukan sebagai faktor risiko antara lain nulipara, kehamilan ganda, usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, punya riwayat keturunan, dan obesitas. Namun diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat (5).
Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan iskemia rahim dan plasenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hidramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi.Tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Rupanya tidak hanya satu faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia (5).
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, renin, dan aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan air (5).
Teori iskemia daerah implantasi plasenta, didukung kenyataan sebagai berikut (5): 
  1. Preeklampsia dan eklampsia lebih banyak terjadi pada primigravida, hamil ganda, dan mola hidatidosa; 
  2. Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan
  3. Gejala penyakitnya berkurang bila terjadi kamatian janin.
Dampak terhadap janin, pada preeklampsia / eklampsia terjadi vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis decidua dengan akibat menurunya aliran darah ke plasenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi baik sebagai nutritif maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabakan gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya pemberian karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh janin (5).
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam pada air. Pada biopis tunggal ditemukan spasme hebat anteriologi glomerulus pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya  sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah  jadi jika semua arteriola  dalam tubuh mengalami  spasme maka tekanan  darah akan naik  sebagai usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dipenuhi (5).
Sedangkan kenaikan berat badan  dan udema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan  dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya mungkin karena retensi air  dengan garam proteinuria  disebabkan oleh spasme arteriola  sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (5).
4. Faktor predispoisisi (2)
Preeklampsia paling sering ditemukan sesudah usia kehamilan 28 minggu. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor tertentu sebagai predisposisi
  1. Kekhasan pada kehamilan
  2. Terutama mengenai primigravida
  3. Overdistensi uterus (seperti pada kehamilan kembar, polihidramnios, abnormalitas janin; 
  4. Penyulit beberapa kondisi medis seperti penyakit ginjal, hipertensi esensial, diabetes; 
  5. Disfungsi plasenta, misalnya infark atau degenerasi
  6. Insidensi lebih tinggi kalau makanan ibu mempunyai mutu yang buruk.
Preeklampsia tidak selalu terjadi kembali pada kehamilan berikutnya. Akibat preeklampsia yang utama adalah vasokontriksi arterial yang menyebabkan kenaikan tekanan darah dan menurunkan pasokan darah yang efektif pada banyak organ serta jaringan tubuh, termasuk plasenta yang menyebabkan kematian janin.
Bahaya preeklampsia. preeklampsia yang tidak terkontrol atau tidak dialasi dapat menimbulkan eklampsia, abruptio plasenta, gagal ginjal, dan hipertensi permanen. Plasenta dapat mengalami infark sehingga membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi bayi. Retardasi pertumbuhan intrauteri dapat terjadi dan keadaan hipoksia dapat membuat janin tidak mampu untuk menahan stres persalinan yang normal. Pada kasus-kasus berat, janin meninggal akibat anoksia sebelum persalinan.
5. Faktor resiko (2)
a. Umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor lainnya :
b.      Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan.
c.      Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
d.      Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
e.      Kegemukan.
f.       Mengandung lebih dari satu orang bayi.
g.      Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
6. Komplikasi (1)
Tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri (uterus Couvelarie), sindrom HELLP (Hemolisys, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count), ablasi retina, KID (Koagulasi Intravascular Diseminata), gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal  maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis.
Pada kira – kira10% kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada preeklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans tentorial.
7.  Penatalaksanaan  (3)
a.    Tujuan Penatalaksanaan :
1.    Untuk menghentikan dan mencegah kejang
2.    Mencegah & mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3.    Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4.    Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
b.    Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu  serta teliti,   mengenali tanda-tanda  sedini mungkin (Preeklampsi ringan)   lalu diberikan  pengobatan yang cukup  supaya penyakit tidak  menjadi lebih berat .
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia kalau ada faktor-faktor predisposisi. Berikan penerangan tentang manfaat  istirahat dan tidur / ketenangan.
Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium dll) atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretik, aspirin, dll), dapat mengurangi kemungkinan timbulnya preeklampsia.
c.    Pedoman Penatalaksaan
1.    Preeklampsia Ringan
Secara klinis, pastikan usia kehamilan, kematangan serviks, dan kemungkinan pertumbuhan janin terhambat.
Pada pasien rawat jalan, anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur >8 jam malam hari. Bila sukar tidur dapat diberikan fenobarbital 1-2 x 30 mg. Dapat juga diberikan asetosal 1 x 80 mg. Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu kemudian untuk menilai perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin, apakah ada perburukan subjektif, peningkatan berat badan berlebihan, kenaikan tekanan darah, dan melakukan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan, terutama protein urin.
Rawat pasien bila tidak ada perbaikan dalam 2 minggu pengobatan rawat jalan, berat badan meningkat berlebihan (>1 kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut) atau tampak tanda-tanda preeklampsia berat. Berikan obat antihipertensi metildopa 3 x 125 mg (dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 1.500 mg), nifedipin 3-8 x 5-10 mg atau Adalat Retard 2-3 x 20 mg, atau pindolol 1-3 x 5 mg (dosis maksimal 30 mg). Tidak perlu diberikan diet rendah garam dan jangan diberi diuretik.
Bila keadaan ibu membaik dan tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-100 mmHg, tunggu persalinan sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan memeriksakan diri tiap minggu. Kurangi dosis obat hingga tercapai dosis optimal. Bila tekanan darah sukar dikendalikan, berikan kombinasi obat. Tekanan darah tidak boleh lebih rendah dari 120/80 mmHg.
Tunggu pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu, kecuali terdapat pertumbuhan janin terhambat, kelainan fungsi hepar/ginjal, dan peningkatan proteinuria (+3). Pada kehamilan >37 minggu dengan serviks matang, lakukan induksi persalinan. Persalinan dapat spontan atau dipercepat dengan bantuan ekstraksi.
2.    Preeklampsia Berat-Eklampsia
         Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi
Obat-obat yang diberikan
Pengobatan pendahuluan mutlak dilakukan agar tercapai stabilitas hemodinamik dan metabolik:
a.    Pemasangan Infus. Cairan infus yang diberikan adalah dekstrosa 5% setiap 1000 ml diselingi cairan ringer laktat 500 ml.
b.    Obat-obat anti kejang
1.    MgSO4. Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang pada eklampsia diberikan secara intravena.
Loading dose : 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena selama 4 menit, disusul 8 g MgSO4 40% dalam larutan 25 ml intramuskuler pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4g.
Maintenance dose: 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara intramuskuler; bila timbul kejang lagi, dapat diberikan tambahan 2 g MgSO4 iv selama 2 menit sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah pemberian dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kgbb/iv. Pada pemberian MgSO4 diperlukan pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4. Kejang ulang setelah pemberian MgSO4 hanya 1%.
Mekanisme Kerja : Magnesium sulfat menurunkan eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat menembus plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonatus dari fetus.
2.    Diazepam. Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular activating system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler.
Mekanisme Kerja : Diazepam melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran. Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena. Dosis tambahan : 5-10 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml larutan dekstrose 5% penentu peningkatan ketidakstabilan.
Tabel II.1. Penggunaan Diazepam
JENIS TERAPI
IM
IV
 Profilaksis
-     Pembebanan
-     Perawatan

5 gm sekali injeksi
5 gm/ 4 jam

4 gm selama 
10 menit
1-2 gm / jam
Terapeutik
(untuk terapi kejang)
-
1 gm/ menit 
sampai 
kejang 
terkendali; 
maksimum 
4-6 gm





c.    Obat-obat anti hipertensi. Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg.
1.    Klonidin. Satu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan. 1 ampul mengandung 0,15 mg/ml.
Caranya : 1 ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan garam faal atau aquades. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan selama 5 menit; setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turun, diberikan lagi sisanya. Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai normal.
2.    Nifedipin. Obat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat diberikan 10 mg sub lingual atau 3-4 kali 10 mg peroral.
Nifedipin merupakan golongan antagonis kalsium yang mempunyai efek vasodilator atau pelebaran pembuluh darah pada arteri perifer serta arteriola dan juga mempunyai efek vasodilatasi pada arteri koroner/jantung.darah dan jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Mekanisme kerja: Cara kerjanya drngan menghambat masuknya ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh
Efek samping : Sakit kepala, edema parifer/bengkak pada kaki, takikardi/denyut jantung cepat, pusing, mual, merah pada muka dan leher, hipotensi.
3.    Hidralasin. Vasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk hipertensi dalam kehamilan.
d.    Diuretika
Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:
a.  Edema paru
b.  Payah jantung kongestif
Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapat menurunkan fungsi uteroplasenter
Mekanisme kerja furosemid : Furosemid berfungsi dengan cara meningkatkan diuresis/berkemih.
Indikasi : Pengobatan edema, kelainan ginjal, ekslamsia, asites karena penyakit hati.
Efek Samping : Mual, diare, anoreksia, ezotemia, hiperglikemia, gangguan hematologi.
Perhatian: Pemberian pada wanita hamil jika benar-benar bermanfaat, dianjurkan untuk memulai dengan dosis kecil, jika pemberian saat menyusui sangat diperlukan, maka disarankan berhenti menyusui.
e.    Kardiotonika. Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung.
f.     Antipiretika. Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin.
g.    Antibiotika. Diberikan atas indikasi
h.    Anti nyeri. Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi petidin 50-75 mg sekali saja selambat- lambatnya 2 jam sebelum bayi lahir.
3.    Pengobatan Obstetrik.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita diperbaiki, direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman.
Kalau belum impartu, maka dapat dilakukan terminasi induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring dan seksio sesaria bila:
1)    Fetal assesment jelek
2)    Syarat tetesan oksitosin tidak dapat dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin
3)    12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
4.    Perawatan Pasca Persalinan
a.  Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
b.  Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.
c.   Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.
  Sumber :

1.   Mansjoer (edt.). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi kedelapa.  Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2007.
2.   Farrer. Perawatan Maternitas (Maternity Care), edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC.  Jakarta. 2001.
3.      Kuliah Kebidanan.  Preeklampsia & Eklampsia. Diakses Tanggal 8 Februari 2011.
4.     Julianti. Antenatal dan Preeklampsia. Faculty Of Medicine-University Of Riau, Pekanbaru. http ;// www.Files-Of-DrsMed.tk. Diakses Februari 2011.
5.  Rozikhan. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Diakses Maret 2011.




0 komentar:

Posting Komentar

Dunia Kecil crybabyzz, A Little Wordl with Great Dreams...Hope you'll enjoy it... Gamsa hamida.....!!!! Annyeong.....!!!!